Bersihkan Hati, Bukan Citra Diri

 



Di era media sosial seperti sekarang, banyak orang begitu fokus mempercantik citra di mata manusia. Foto diatur, kata-kata dirangkai indah, penampilan dipoles sempurna. Namun sering kali, di balik itu semua, hati justru diabaikan. Padahal, citra hanya memikat mata manusia, sementara hati yang tuluslah yang memikat rahmat Allah. Rasulullah ﷺ mengingatkan kita: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).


Membersihkan hati berarti menata niat, membuang iri, dengki, sombong, dan riya’, serta menumbuhkan keikhlasan. Hati yang bersih membuat seseorang tetap konsisten dalam kebaikan, meskipun tidak ada yang memuji atau melihat. Sebaliknya, citra diri sering kali hanya berorientasi pada pandangan orang lain—indah di luar, rapuh di dalam.


Bahaya dari mengejar citra semata adalah munculnya riya’, ujub, dan rasa bangga diri yang berlebihan. Ibadah bisa berubah menjadi ajang pamer, dan kebahagiaan diukur dari komentar serta tepuk tangan manusia. Inilah mengapa membersihkan hati jauh lebih penting: karena hati yang bersih akan memancarkan kebaikan tanpa harus dibuat-buat.


Cara membersihkan hati dimulai dari memperbanyak dzikir dan istighfar, melakukan muhasabah setiap hari, beramal tanpa berharap publikasi, berani meminta maaf dan memaafkan, serta menuntut ilmu agama secara konsisten. Semua ini bukan pekerjaan sekali jadi, tetapi perjalanan seumur hidup.


Mari kita renungkan: hati yang tulus akan memantulkan cahaya kebaikan, sedangkan citra hanya sekadar topeng yang mudah retak. Citra mungkin memikat manusia untuk sementara, tetapi hati yang bersih akan memikat Allah untuk selamanya. Nabi ﷺ bersabda: “Ketahuilah, di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh rusak. Itulah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim).

LihatTutupKomentar