Bengkulu, 09 Mei 2016 pukul 11.50 wib
Hujan mengguyur bumi raflesia, tempat kaki kami berpijak. Tanah yang subur dengan aneka ragam floranya. Kekayaan alam yang melimpah ruah, negeri indah Indonesia. tetesan air hujan sudah tidak kami rasai lagi, baju kami sudah basah kuyup sejak tadi 30 menit yang lalu. Kami harus nekat menebus derasnya hujan agar tidak kemalaman di Gunung Selang, tempat yang ketika disebutkan namanya membuat semua orang bergidik. Menurutku bukan soal hantu dan sebangsanya tetapi nyawa yang sangat murah sekali untuk melayang kapan suka di tempat ini, semua sepakat denganku.
Resty memecu Beatnya dengan kecepatan tinggi. Sedang aku yang diboncenginya hanya diam seribu bahasa mendekap tubuhnya. Seolah-olah tempat sawangan ini begitu lama bisa kami lalui. Lampu motor yang menerpa badan jalan dan pohon-pohon ek menambah suasana semakin mencekam, belum lagi suara burung malam yang entah kenapa malam itu menjadi horor kurasakan.
Jangan heran, Resty ini sudah terjangkit sindrom penakut yang akut. Tapi malam ini keterpaksaan sudah menjelma dalam dadanya hingga dia masih bisa memacu motornya sedemikian hebat, mengejar ketertinggalan.
Jika bukan karena dosen statistiknya yang killer itu kami tidak akan senekat ini. Keyakinanku semakin menyala ketika melirik arloji ditangan kiriku pukul 09.00 wib. Bulu kuduku meremang ini bukan pengembaraan yang pertama hanya mitos dan suasana yang membuat horor.
Jika bukan karena dosen statistiknya yang killer itu kami tidak akan senekat ini. Keyakinanku semakin menyala ketika melirik arloji ditangan kiriku pukul 09.00 wib. Bulu kuduku meremang ini bukan pengembaraan yang pertama hanya mitos dan suasana yang membuat horor.
Insert foto 05 mei 2016 M |
"Dia manusia mbak, lihat kakinya menapak di tanah" Kata Resty tanpa aku bertanya dia menjelaskan . Suaranya mengandung empedu
"Iya bener Res, gimana Res kita ngebut aja"
Resty mengangguk tanda sepakat dengan usulanku tanpa diduga bayangan laki-laki tadi menghadang jalan kami. Apa mau dikata dalam gerakan yang spontan Resty menghidari menabrak laki-laki itu dan kami terpental dari motor.
Selanjutnya aku sudah kehabisan nafas melihat rupa orang itu. dan suaranya yang berat serupa malaikat izrail. Aku sadari bahwa aku menggigil dan nafasku berat tak beraturan.
"Banguuunnn...subuuhhh..." Suara berat itu perlahan menyadarkan kami. Butuh waktu beberapa detik untuk sadar sepenuhnya. Kami tergolek lesu diatas dipan kamar Resty. Dan suara itu adalah suara Ma'e nya Resty. Demi melihat kesadaran kami yang baru setengah
"Wes subuh bangun, sholat dulu" Kata Ma'e nya Resty mengulangi.