Haru Biru di Organisasi

Aku alai banget ya doeloe

Aku humanis. (sok banget)
Dahulu kala ketika masih SMA, aku merasa sangat kesusahan untuk mengikuti salah satu organisasi saja yang ada di sekolah (ekstrakurikuler). Tanya mengapa? Karena di sekolahku yang termasuk satu-satunya sekolah favorit, masuk ke salah satu organisasi harus memiliki kecakapan tertentu bukan berdasarkan kemauan. Tapi, jika ada kemauan pasti ada jalan. Siswa yang tergabung dalam sebuah organisasi akan dipandang wah dan dipuji oleh guru, apalagi organisasi sekelas osis.

Maka jangan heran jika pemilihan pengurus osis di sekolahku menjadi ajang yang sangat digemari dan melalui proses seleksi yang begitu ketat. Biasanya yang mengikuti sekitar 300 siswa dan akan diambil 30 orang saja. Termasuk aku yang mengidamkan organisasi itu. Namun apa daya tak memiliki kemampuan dan kecakapan apapun membuat aku tidak lolos untuk menjadi pengurus osis. Maka aku berkhitmat mengikuti Rohis.

Kegemaranku pada organisasi ini menaik tajam ketika kuliah. Tempat kuliahku memang bukan termasuk universitas negeri, hanya universitas swasta yang juga tak bergengsi. Orang-orang dikampungku malah men-just bahwa kampusku adalah tempat orang buangan sama seperti pendidikan tingkat SMAnya di daerahku. Aku terdiam.

Aku tak menggubris apapun soal kampusku. aku hanya ingin menuntut ilmu terlebih ilmu agama dan berorganisasi. Sebelum kelulusan SMA aku sudah di doktrin ketika masuk kuliah nanti harus ikut KAMMI salah satu organisasi sayap PKS. e eh aku malah nyasar di IRM( sekarang IPM) Ikatan Remaja Muhammadiyah). Tidak betah karena di organisasi dengan grassrot pelajar ini tidak ada penambahan kualitas spiritual dan intelektual, maka aku penasaran dengan IMM (kakaknya IPM secara usia) maka aku mengikuti perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Kebosanan memang selalu merajai jiwaku.

Dari dua organisasi yang aku geluti tidak ada yang memberi efek baik padaku secara spiritual. Maka aku tetap penasaran ingin mengikuti KAMMI, siapa tahu di kammi aku bisa menambah ilmu dan kawan. Oh Tuhan dosa apakah yang ditimpakan padaku mengapa begitu labilnya diriku. Aku tidak betah di Kamii yang cinderung mendoktrin dan membatasi equal acces antara perempaun dan laki-laki. Mungkin karena sudah mendapat doktrin dari IPM bahwa mainstreem gender itu sangat penting saaat ini.

dari ketiga organisasi yang aku geluti, aku mencoba mengevaluasi diri. Harus seperti apa, bagaimana kebutuhanku. Rupanya kebutuhanku bisa ditunjang dengan otodidak, selebihnya harus di transfer kepada yang membutuhkan. Maka aku berfikir dari ketiga organisasi itu IPM lah yang sedikit sulit dalam hal problem solving. Karena organisasi ini berkaitan dengan pelajar yang notabenenya masih labil secara psikologis dan emosional. sepertinya hal ini sangat menarik, jika bisa berdakwah dikalangan pelajar yang begudal. IMM dan Kammi sudah cukup mandiri dalam hal penyelesaian konflik. Maka aku pulang lagi ke IPM sebagai raksasa yang haus akan nasehat menasehati dalam kebajikan dan taat mentaati dalam kebaikan.


Tak dinyana karir organisasiku menanjak naik di IPM. aku hampir menduduki posisi ketua umum jika tidak terhalang oleh status genderku. Oh Tuhan disini aku dididik soal maenstreem gender oleh para leluhurku tetapi mereka ternyata masih bias gender. Korbanya lagi-lagi memang perempuan. sebenarnya aku sangat ingin tidak peduli dengan soal itu tetapi ini menyangkut hajat dan nasib perempuan-perempuan kebanyakan.

Dengan kualifikasi dan kemampuan yang mumpuni aku kerap dikirim mewakili organisasi untuk mengikuti berbagai macam kegiatan mulai dari seminar, pelatihan dan training of trainer. Aku bukan bangga ini malah menjadi beban buatku




Bersambung
LihatTutupKomentar