Ending
Mei disekap dalam gudang pengap, tanganya di ikat ke belakang, mulutnya di sumpal. Badanya sudah lusuh tak berdaya, energinya sudah habis dari tadi malam. Rasa haus, lapar dan sakit sudah tidak dirasakanya. Aku melihat dari balik dinding papan yang berlubang kecil, tubuhku belum bisa berhenti dari mengigil. Tidak ada penjaga, ini waktu yang tepat, aku bisa masuk kedalam. Ku perbaiki jilbab, menabahkan hati, kemudian mulai berdiri, lutuku masih gemetar, kulihat tanganku di sinar redup lampu neon, pucat pasi. Ya Tuhan tidak, aku harus merangkak jika tidak ingin ketahuan.
Aku merangkak ke sebelah barat, tempat yang tidak berpenjaga. Kakiku terasa nyeri, sepatuku sudah dari tadi kutinggalkan. Lutut dan sikuku yang berdarah sudah tak kurasai. Dingin menyelinap masuk hingga sum-sum tulang seperti sudah lama aku akrab denganya. Tiba-tiba aku harus merundukan badan sama rata dengan tanah, kurapatkan badan sebelum penjaga yang berjalan-jalan itu menoleh ke arahku, pintu sebelah berat didatangi penjaga. Sialan...!! ku putar badan, merangsek ke arah timur Kupastikan tidak akan ada timbul suara atau hal-hal yang mencurigakan.
Tiba pada ujung pintu, tiga orang penjaga dengan senapan laras panjangnya. Aku bergidik, nyawaku seperti sudah di ujung tanduk membayangkan pelurunya menebus ke tubuhku. Ku rapalkan doa-doa terutama trikul: an-nas, al-falaq dan al-ikhlas, begitulah keyakinanku sejak dulu ketika dalam keadaan tertekan. Begitu mereka lena aku merangsek masuk dengan jantung berdegup kencang dan lutut gemetaran.
Ruangan panjang dengan berbagai perabot yang sudah digudangkan memiliki nilai jual yang tinggi. Bapak sering bilang begitu. Beberapa diantaranya sudah bersawang, terlihat bagaimana tempat ini sudah tidak pernah dikunjungi oleh yang empunya. tubuh mungilku mengendap-endap, menguatkan tangan mengeluarkan belati yang sedari tadi bersarang dikantong bajuku. Penerangan diruang ini hanya lampu neon 5 watt. 5 meter di depanku, Mei diam tak berdaya dan segera terkejut dengan kedatanganku. Tubuhnya mulai bergerak, meronta dari kursi meski tanpa daya. Aku menghambur kearahnya. Tanpa berlama-lama segera membuka sumbalan kain di mulutnya dan tali yang mengikat kedua tanganya. Mei tersengal sebentar.
" Ayo cepat.." kataku berbisik dengan suara tercekat. Mei segera bangkit dari kursi. Kami menelusuri jalan tempatku masuk tadi, tapi Mei mencekat tanganku.
"Lewat sini.." aku mengikutinya
Sebuah lorong gelap, aku tak percaya, ke alam mana dia akan membawaku. Sekarang dia yang membimbingku.
"brukkk.." Kaki Mei menyenggol Kardus, yang membuatnya jatuh terjerembab di lantai dan menimbulkan suara, diikuti dengan yang lainya. Terdengar suara derak sepatu memasuki ruangan, tak membutuhkan waktu lama mereka akan segera tau mangsanya sudah kabur. Mei terjerembab berkali-kali, kakinya tak berdaya untuk menopang tubuh mungilnya.
"Persetan... dia lepas"
"apa yang terjadi? lepasss... Bodoh!! apa saja yang sudah kalian lakukan disini sampai-sampai tahanan lepas tidak tau, kalau bos datang kita bisa mati" suara itu seperti erangan, aku mendengar tidak lebih dari 6 meter.
"Lihat bos, tali ini terputus, pasti ada yang datang"
"bodoohh..! mereka belum jauh ayo geledah gudang"
Nafasku tersengal, keringat dingin sudah tak kurasai lagi, Bau pengap menebus kerongkongan memuakan. Mei menyeret tubuhnya. Aku menyeret tangan Mei, terowongan gelap gelap total ini tak tau kemana ujungnya. Aku hanya mengikuti insting dan berlari kesetanan hingga terkadang tubuhku membentur benda padat entah apa rupanya.
Suara berdebum di belakang, tak kurang dari 4 meter.
"Kita harus cepat" kata Mei. Batinku kesal, dia yang memperlambat waktu, Aku terus menarik lengan Mei. Berangsur-angsur cahaya lampu menebus dinding terowongan, akan sudah sampaikah di ujung lorong?. Tidak.. itu adalah cahaya lampu dari belakang. Mei terjerembab lagi, aku menyokong tubuhnya tapi tubuhku juga ikut tersungkur, melihat kedepan terlihat remang cahaya menebus lubang kecil. Sinar surya, tidak mungkin ini malam hari.
"Cepat pergi dari sini..!"
"Tidak tanpa kau Mei!"
"Tidak ada waktu untuk berdebat, cepat pergi..!
Pantulan cahaya semakin terang, suara sepatu lebih dari 3 pasang semakin terdengar jelas. Aku tidak percaya, nyawa taruhanku untuk menyelamatkan Mei. Hatiku dongkol.
"Cepatt..! aku akan baik-baik saja!"
Sinar pantulan lampu senter semakin jelas, memantulkan siluet penjahat yang menyandera Mei. Tidak ada pilihan lain, tidak ada waktu untuk melangkah gontai tetapi harus berlari, menuju terobongan cahaya dan menebusnya.
***
Kurasai
Ruangan panjang dengan berbagai perabot yang sudah digudangkan memiliki nilai jual yang tinggi. Bapak sering bilang begitu. Beberapa diantaranya sudah bersawang, terlihat bagaimana tempat ini sudah tidak pernah dikunjungi oleh yang empunya. tubuh mungilku mengendap-endap, menguatkan tangan mengeluarkan belati yang sedari tadi bersarang dikantong bajuku. Penerangan diruang ini hanya lampu neon 5 watt. 5 meter di depanku, Mei diam tak berdaya dan segera terkejut dengan kedatanganku. Tubuhnya mulai bergerak, meronta dari kursi meski tanpa daya. Aku menghambur kearahnya. Tanpa berlama-lama segera membuka sumbalan kain di mulutnya dan tali yang mengikat kedua tanganya. Mei tersengal sebentar.
" Ayo cepat.." kataku berbisik dengan suara tercekat. Mei segera bangkit dari kursi. Kami menelusuri jalan tempatku masuk tadi, tapi Mei mencekat tanganku.
"Lewat sini.." aku mengikutinya
Sebuah lorong gelap, aku tak percaya, ke alam mana dia akan membawaku. Sekarang dia yang membimbingku.
"brukkk.." Kaki Mei menyenggol Kardus, yang membuatnya jatuh terjerembab di lantai dan menimbulkan suara, diikuti dengan yang lainya. Terdengar suara derak sepatu memasuki ruangan, tak membutuhkan waktu lama mereka akan segera tau mangsanya sudah kabur. Mei terjerembab berkali-kali, kakinya tak berdaya untuk menopang tubuh mungilnya.
"Persetan... dia lepas"
"apa yang terjadi? lepasss... Bodoh!! apa saja yang sudah kalian lakukan disini sampai-sampai tahanan lepas tidak tau, kalau bos datang kita bisa mati" suara itu seperti erangan, aku mendengar tidak lebih dari 6 meter.
"Lihat bos, tali ini terputus, pasti ada yang datang"
"bodoohh..! mereka belum jauh ayo geledah gudang"
Nafasku tersengal, keringat dingin sudah tak kurasai lagi, Bau pengap menebus kerongkongan memuakan. Mei menyeret tubuhnya. Aku menyeret tangan Mei, terowongan gelap gelap total ini tak tau kemana ujungnya. Aku hanya mengikuti insting dan berlari kesetanan hingga terkadang tubuhku membentur benda padat entah apa rupanya.
Suara berdebum di belakang, tak kurang dari 4 meter.
"Kita harus cepat" kata Mei. Batinku kesal, dia yang memperlambat waktu, Aku terus menarik lengan Mei. Berangsur-angsur cahaya lampu menebus dinding terowongan, akan sudah sampaikah di ujung lorong?. Tidak.. itu adalah cahaya lampu dari belakang. Mei terjerembab lagi, aku menyokong tubuhnya tapi tubuhku juga ikut tersungkur, melihat kedepan terlihat remang cahaya menebus lubang kecil. Sinar surya, tidak mungkin ini malam hari.
"Cepat pergi dari sini..!"
"Tidak tanpa kau Mei!"
"Tidak ada waktu untuk berdebat, cepat pergi..!
Pantulan cahaya semakin terang, suara sepatu lebih dari 3 pasang semakin terdengar jelas. Aku tidak percaya, nyawa taruhanku untuk menyelamatkan Mei. Hatiku dongkol.
"Cepatt..! aku akan baik-baik saja!"
Sinar pantulan lampu senter semakin jelas, memantulkan siluet penjahat yang menyandera Mei. Tidak ada pilihan lain, tidak ada waktu untuk melangkah gontai tetapi harus berlari, menuju terobongan cahaya dan menebusnya.
***
Kurasai