Diantara dua pilihan |
Aku melangkah tergesa-gesa melewati halaman parkir kampus
yang lenggang. Bagiku bukan pertama kalinya mendapati suasana kampus seperti
saat ini. Pada masa-masa kuliah dulu, aku dan teman-teman asrama sering sekali
mondar-mandir di kampus ini baik siang maupun malam. Karena memang jarak antara
kampus dan asrama kami cuman sejengkal aja. Aku juga menyadari sejak tadi bahwa
para petinggi kampus berangkat ke Makasar dalam rangka Muktamar Muhammadiyah
ke-47. Kami sebagai juru kunci kantor, maka kewajiban kami adalah tetap setia
tinggal dikantor.
Siang ini seharusnya pukul 13.00 wib aku mendapat undangan
dari pihak prodi untuk rapat persiapan akreditasi pada 09 agustus mendatang.
Jam sudah menunjukan pukul 13.28, aku semakin gelisah, akan tepat 30 menit aku
terlambat. Soal masalah jam karet, terlambat itu tidak ada di kamus hidupku
paten sejak aku lahir. Tapi karena siang ini ada sesuatu dan lain hal maka hal
itu tentu membuat aku kewalahan. Tepat pukul 13.30 wib aku sampai di ruang
prodi. Aku terhenyak dan langsung menyadari keterlambatanku, semua orang sudah
duduk manis di ruang prodi, aku segera menghambur dan meminta maaf dengan
menyertakan alasanku. Terutama dengan kepala jurusan, tidak seperti biasa, kali
ini tidak ada sindiran, teguran dan sederet lainya. Tak dinyana rapat hari ini
di tunda hingga esok pukul 09.00 wib. Sebenarnya aku kecewa tapi sedikit
mengobati Maluku karena telat tadi.
Selanjutnya kami mendapat semacam kuliah umum, pematerinya
adalah dosen ulumul qur’an bunda miswanti yuli, beliau adalah dosen yang sangat
care sama mahasiswanya. Dan selanjutnya pendengar setia beliau adalah aku dan
salah seorang adik tingkatku dulu. Dan sekarang yang menjadi topic soal adalah
adik tingkatku itu, Rasman namanya. Ceritanya bunda mis sempat terkejut ketika
mendengar kabar bahwa si rasman ini mau menikah. Apa pasal,? Karena si rasman
ini jelek, kecil, itam pendek lagi…ups bukan itu maksud ku, dia rasman pada
waktu memutuskan itu belum selesai kuliah, juga belum bekerja. Padahal zaman kini yang menjadi prioritas orang adalah sarjana dan bekerja, soal tampang ya bisa nomor dua deh, Tetapi setelah
menikah, apakah dia baik-baik saja? Alhamdulillah rezeki orang yang menikah itu
ada-ada saja. Dia bisa menyelesaikan kuliah dan sebagai lulusan terbaik
fakultas, dengan demikian dia juga menerima beasiswa untuk lanjut study s2. Dan
mendapat kerja langsung jadi karyawan kontrak di kampus kami, subhanallah,
rezeki orang menikah ya kata bunda miss sambil melirik ke arahku.
Mula-mula aku hanya sebagai pendengar, namun waktu
selanjutnya adalah sempurna miliku. Interogasipun di mulai..
“ kamu kapan nikah…? Kata bunda miss. Aku jawab dengan
senyum, malu.
“Sudah ada jodohkan, mana nomor telponya biar bunda yang
telpon orangnya…” tentu aku kaget, tapi aku jawab
“gak punya bun…”?
“gak punya, biar bunda yang nyariiin ya, jangan pilih-pilih
kayak meri…” semua jadi kena deh kalo udah ngobrolin yang satu ini karena seniorkupun masih banyak yang belum nikah.
“perempuan itu harus ingat usia…”
“Saya pingin lanjut s2 dulu bun..”
“usiamu berapa..”
“malu bun…”
Nah itulah kamu
ini, gak mau berterus terang, lanjut
studi itu bagus tapi kalo perempuan harus menikah sebelum usia 30th,
kalo sudah lewat itu, nanti Tuhan lepas tangan” suara bunda miss memenuhi seisi
ruangan.
“iya bun..”
“jangan iya-iya
saja, harus panjangkan doa dan ikhtiar dan jangan terlalu menutup diri..”
Seperti diskusi
soal jodoh ini tidak akan pernah ada habisnya.
SOal jodoh, bukan
aku tak peduli tetapi ada hal yang belum berkenan dihati. Saat ini entahlah aku
lebih memilih untuk lanjut studi. Berikan pilihan yang tepat ya Rabb.