Indah, kan Selalu Indah |
Jika tak bisa menjaga perasaan perempuan, maka berhentilah kau bicara denganya!
Jangan menjadi manusia tanpa alas perasaan...!!
Aduhai alangkah murahnya hidup ini, kau takan lagi mendengar cerita-ceritaku, kau dan aku hanya pegenggal kenang-kenangan indah, dan semua yang indah saja!
Disetiap sore bagiku adalah kedamaian, bukan pagi , malam ataupun siang, tapi sore. Disaat aku berletih-letih ditinggal siang yang melelahkan, aku disambut sore meski dengan ciri khas bulan februari ini gerimis, namun dibalik geremis itu bergelayut manja sang pelangi yang indah di tubuh kekar langit jingga.
Betapa mempesona, waktu aku masih kecil, usiakupun belum genap 5 tahun, tapi aku masih ingat, ketika melihat pelangi hatiku selalu riang dengan menyanyikan lagu anak-anak zamanku liriknya begini:
"Pelangi-pelangi alangkah indahmu
Merah kuning hijau di langit yang biru
pelukismu agung siapa gerangan?
pelangi-pelangi ciptaan Tuhan"
Lagu anak-anak seusiaku, sampai sekarang aku tidak tau siapa yang mempopulerkan lagu itu, dan aku seperti tidak mau tahu tapi aku selalu menikmatinya. Pelangi yang indah itu ciptaan Tuhan, Right!!
Tapi sekarang bukan itu yang ku maksud, aku bolehlah menumpang menggoreskan satu dua patah kata, asal tak menjadi goyang patah-patah bagi yang membacanya, ah entahlah.
Sejak desember kelabu itu, aku tinggalkan walau tanpa kerelaan, keindahan itu berganti disore hari bukan pagi lagi, bukan. Biasanya ada yang menyapaku dari bangun tidur hingga ketidur lagi, rumit sekali perjalanan cinta buta itu. Tidak, biarku jelaskan tidak ada yang rumit , toh aku juga sudah berdamai dengan kejadian beberapa bulan silam.
Setiap yang berbeda, niat hati tak nak berpisah aapalah daya Tuhan berkehendak lain. Aku sudah mendapatkan tempat terindah disepotong hati yang baru. Jika ditanya begitu cepatnya berpaling kepada hati yang lain? Jawabnya mungkin sangat egois, tapi cobalah STOP untuk menjust orang lain. Sekali lagi kita memang punya otoritas tapi kita bukan TUHAN sobat.
Disetiap sore dia memberikan ketenangan dan kenyamanan bagiku untuk berbagi keluh kesahku. DIa ibarat penawar atas derita kesakitanku yang lalu. Dia ternyata pelipur lara hati yang luka. Semuanya indah-indah saja tanpa gangguan si Ijal dari pulau antah berantah itu. Aku sangat menikmati kenyamananku saat ini dan semuanya mendekati sempurna. Aku sudah mengatakan beberapakali bahwa telah berdamai dengan masa lalu kelabu itu, Dulu waktu pertama menulis itu, mungkin hatiku belum bisa di ajak kompromi , tapi aku akan belajar dan aku bisa. Saat ini aku merengkuh kebahagiaan tiada tara.
Ternyata, senang dan sedih datang silih berganti, berlalu dengan cepat sekali, hendaklah semua dinikmati secara sederhana dan apa adanya jika tak ingin kesakitan ketika ditinggalkanya. Itu edisi menasehati diri sendiri. Semuanya akan baik-baik saja jika si Ijal itu benar-benar raib dari muka bumi, istigfar...jahat sekali bukan...?
Bukan itu , maksudku, jika dia tidak memulai lagi komunikasi dengan kata-kata bualanya yang Masyaallah percayalah perutku tiba-tiba lapar dan sakit, neg, kepala ku berdenyut-denyut demi membaca pesan singkatnya. Sungguh tidak ku sangka, dia pergi dengan berlenggang tanpa menoleh kebelakang dan sekarang datang dengan madu manisnya. Menawarkan madu tapi hakikatnya tentu bukan itu. Aku paham triknya. Maka hatiku yang ku katakan sudah berdamai itu, kembali bergejolak, darah ku mendidih, naik pitam, aku beristigfar berkali-kali.
Aku tak ingin lagi mendengarkan apapun dari darinya, aku tak ingin membaca apapun dari dirinya. Sombong sekali diriku ya Allah, tapi percayalah bukan itu mauku. Aku hanya ingin kedamaian, ketentraman, bukan sok galau. Dan dia si ijal itu dengan mudahnya bersilat lidah dengan takaran seolah-olah orang lain yang salah.
Sungguh aku tidak ingin silaturahim putus hanya karena rasa kasih dan sayang yang berkurang , tapi jika begini caranya, dia melemahkan imanku, hebat sekali bukan?. Sebulan kebelakang aku memang tak ingin berkomunikasi denganya, tapi dia dan keluarganya masih tetap eksist memenuhi daftar inbok baik di HP maupun di FB, itu yang masih menjadi beban pikiranku.
"HP Mengertilah, aku ingin bahagia tanpa ada penindasan darimu, pendiskriminasian de-el-el. Ya memang aku tak punya wewenang untuk mengatur hak dan kesenangan orang lain yang tanpa disadari ia tengah terjebak pada fatamorgana dunia yang fana. Maka setiap kejadian yang terjadi dikolong langit ini menjadi tanggungjawab manusia yang berfikir dan menginginkan kedamaian. Dan hanya orang-orang yang memiliki jiwa kriminil saja yang egois tak mau tahu menahu" Aku setengah berteriak. Tak peduli karena capek harus mengetik dan berfikir membalas sms ke si Ijal tanpa ada unsur menyakiti dan balas dendam.
Notes: Bagi yang melihatku pagi tadi dan tidak tau duduk perkaranya mungkin melihatku seperti orang sedikit sinting. pagi-pagi berbicara sendiri ditambah marah-marah pula dengan benda mati yang bernama Handphone
Disetiap sore dia memberikan ketenangan dan kenyamanan bagiku untuk berbagi keluh kesahku. DIa ibarat penawar atas derita kesakitanku yang lalu. Dia ternyata pelipur lara hati yang luka. Semuanya indah-indah saja tanpa gangguan si Ijal dari pulau antah berantah itu. Aku sangat menikmati kenyamananku saat ini dan semuanya mendekati sempurna. Aku sudah mengatakan beberapakali bahwa telah berdamai dengan masa lalu kelabu itu, Dulu waktu pertama menulis itu, mungkin hatiku belum bisa di ajak kompromi , tapi aku akan belajar dan aku bisa. Saat ini aku merengkuh kebahagiaan tiada tara.
Ternyata, senang dan sedih datang silih berganti, berlalu dengan cepat sekali, hendaklah semua dinikmati secara sederhana dan apa adanya jika tak ingin kesakitan ketika ditinggalkanya. Itu edisi menasehati diri sendiri. Semuanya akan baik-baik saja jika si Ijal itu benar-benar raib dari muka bumi, istigfar...jahat sekali bukan...?
Bukan itu , maksudku, jika dia tidak memulai lagi komunikasi dengan kata-kata bualanya yang Masyaallah percayalah perutku tiba-tiba lapar dan sakit, neg, kepala ku berdenyut-denyut demi membaca pesan singkatnya. Sungguh tidak ku sangka, dia pergi dengan berlenggang tanpa menoleh kebelakang dan sekarang datang dengan madu manisnya. Menawarkan madu tapi hakikatnya tentu bukan itu. Aku paham triknya. Maka hatiku yang ku katakan sudah berdamai itu, kembali bergejolak, darah ku mendidih, naik pitam, aku beristigfar berkali-kali.
Aku tak ingin lagi mendengarkan apapun dari darinya, aku tak ingin membaca apapun dari dirinya. Sombong sekali diriku ya Allah, tapi percayalah bukan itu mauku. Aku hanya ingin kedamaian, ketentraman, bukan sok galau. Dan dia si ijal itu dengan mudahnya bersilat lidah dengan takaran seolah-olah orang lain yang salah.
Sungguh aku tidak ingin silaturahim putus hanya karena rasa kasih dan sayang yang berkurang , tapi jika begini caranya, dia melemahkan imanku, hebat sekali bukan?. Sebulan kebelakang aku memang tak ingin berkomunikasi denganya, tapi dia dan keluarganya masih tetap eksist memenuhi daftar inbok baik di HP maupun di FB, itu yang masih menjadi beban pikiranku.
"HP Mengertilah, aku ingin bahagia tanpa ada penindasan darimu, pendiskriminasian de-el-el. Ya memang aku tak punya wewenang untuk mengatur hak dan kesenangan orang lain yang tanpa disadari ia tengah terjebak pada fatamorgana dunia yang fana. Maka setiap kejadian yang terjadi dikolong langit ini menjadi tanggungjawab manusia yang berfikir dan menginginkan kedamaian. Dan hanya orang-orang yang memiliki jiwa kriminil saja yang egois tak mau tahu menahu" Aku setengah berteriak. Tak peduli karena capek harus mengetik dan berfikir membalas sms ke si Ijal tanpa ada unsur menyakiti dan balas dendam.
Notes: Bagi yang melihatku pagi tadi dan tidak tau duduk perkaranya mungkin melihatku seperti orang sedikit sinting. pagi-pagi berbicara sendiri ditambah marah-marah pula dengan benda mati yang bernama Handphone